Banda Aceh | Harian Aceh – Pengumuman lelang 3.385 paket proyek APBA 2011 senilai Rp2,246 triliun disinyalir tidak sah. Pasalnya, Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang mengeluarkan pengumuman lelang tersebut hingga kini belum dibentuk.
“Pemgumuman leleng proyek APBA 2011 yang dipublis di Serambi Indonesia pada Jumat (4/3) dan Minggu (6/3), dikeluarkan oleh ULP fiktif. Ini tidak sah dan batal demi hukum,” kata Koordinator Lembaga Pengawasan Pelayanan Publik Seluruh Indonesia (LP3SI) Hendri, Rabu (9/3).
Menurut dia, hingga kini perangkat organisasi ULP belum ada di setiap SKPA yang menangani proyek-proyek tersebut. “Jadi, pengumuman lelang itu melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang,” kata Hendri.
Dia menjelaskan, Perpres No.54/2010 mengamanahkan agar mengumumkan pelelangan barang/jasa dikeluarkan oleh ULP yang sudah memiliki perangkat lengkap. “Seharusnya, organisasi (ULP) itu dibentuk dulu, baru lelang proyek itu diumumkan. Kalau begini, informasi itu menyesatkan dan harus diumumkan kembali setelah ULP yang sah terbentuk,” katanya.
Jika pun Gubernur Aceh sudah mengeluarkan SK Kepala ULP di sejumlah SKPA dalam beberapa hari lalu, kata Hendri, hal itu belum bisa dikatakan ULP dimaksud sudah terbentuk secara sah. Karena, selain belum memiliki perangkat lengkap seperti sekretaris, staf pendukung dan kelompok kerja, Kepala ULP setingkat pejabat eselon dua juga harus lebih dulu dilantik oleh gubernur. “Sementara para kepala ULP itu, belum ada yang dilantik,” katanya.
Hendri curiga, SK Kepala ULP yang baru dikeluarkan gubernur di sejumlah SKPA juga memakai tanggal mundur. “Ini untuk membuktikan ULP sudah jauh-jauh hari dibentuk sebelum pelaksanaan lelang diumumkan,” katanya.
Hendri mengatakan Perpres 54 tahun 2010 yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan lelang proyek pada tahun ini, membolehkan membentuk panitia pengadaan barang dan jasa di setiap SKPA sebagaimana Kepres 80 tahun 2003. “Dalam Perpres 54 mengatur pembentukan ULP paling telat 2014. Kalau memang belum siap, Pemerintah Aceh seharusnya menggunakan sistem panitia pengadaan barang dan jasa, bukan ULP. Ini namanya ULP, namun proses pelaksanaannya seperti sistem panitia pengadaan barang dan jasa,” katanya.
Tidak Sah
Senada dengan Koordinator LP3SI juga disampaikan Ketua Bidang Kajian Hukum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP-AAI) Mukhlis Mukhtar SH. Menurut dia, jika UPL belum terbentuk dengan resmi melalui SK yang diteken gubernur namun telah mengatasnamakan UPL dalam sebuah pelelangan maka pelelangan itu tidak sah secara hukum. “Jika lembaga yang mengumumkan belum sah menurut hukum, konsekuensinya adalah pengumuman itu juga tidak sah menurut hukum. Karena belum menjalan prosedur sesuai aturan hukum berlaku,” kata Mukhlis Mukhtar.
Kalaupun itu dimaksudkan sebagai kebijakan, lanjut dia, itu kebijakan yang tidak bijak. Menurutnya, kebijakan sesungguhnya adalah apabila aturan hukum tidak mengatur tentang itu, maka penguasa membuat kebijaksanaan. “Tapi kalau ada aturan secara limitasi tentang itu, jelas melanggar hukum dan bisa masuk kategori anarkhisme. Itu satu sisi, di lain sisi organ atau badan yang melakukan itu harus organisasi atau badan yang berwenang,” jelas dia.
Mukhlis Mukhtar meminta masyarakat untuk berhati-hati dalam melakukan kontrak kerja dengan Pemerintah Aceh. Karena, kata Mukhlis, dalam kebijakan ini Pemerintah Aceh sudah melanggar dua hal. “Pertama, lembaga atau UPL yang mengumumkan itu masih fiktif atau belum ada. Kedua, pengumuman itu sendiri juga melanggar aturan,” tegasnya.
Mukhlis Mukhtar juga meminta penegak hukum dalam hal ini kepolisian atau kejaksaan mengusut masalah pelanggaran hukum dalam proyek lelang Pemerintah Aceh itu. Penegak hukum, katanya, wajib menyelidiki dan menyeret pelaku yang melanggar aturan hukum, meski itu pejabat di Pemerintah Aceh. ”Secara prosedur hukum pengumuman ini tidak sah. Kami juga berharap kebijakan-kebijakan yang melanggar hukum jangan jail dipertontonkan Pemerintah Aceh ke depan. Begitu juga pejabat-pejabat mendatang agar tidak melakukan hal melanggar hukum seperti yang dibuat pemerintah sekarang,” harapnya.
Sementara itu, Kabag Hukum dan Humas Pemerintah Aceh, Makmur Ibrahim mengatakan UPL itu sudah dibentuk oleh masing-masing SKPA. Namun sejauh ini dia belum mengetahui apakah SK mereka telah ditandatangani oleh gubernur. ”Secara detil saya tidak mengetahuinya, karena itu tugasnya masing-masing SKPA. Tapi menurut kami, untuk ULP itu tidak ada masalah,” kata Makmur singkat, kemarin.
Hasil penelusuran Harian Aceh, hingga kemarin baru ada beberapa Kepala ULP yang dikeluarkan SK oleh Gubernur Aceh dan ditempatkan di masing-masing SKPA. Umumnya, Kepala ULP itu berasal dari pegawai di Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh. Ada juga sejumlah Ketua ULP yang diusulkan SKPA, tapi belum dikeluarkan SK Gubernur Aceh.
Kadis Pertanian dan Tanaman Pangan Aceh Ir Asrin menyatakan di dinasnya sudah ada ULP yang ketuanya dari pegawai Dinas BMCK Aceh. “SK mereka juga sudah ditandatangani beberapa hari lalu oleh gubernur,” kata Asrin, Rabu (9/3).
Di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, nama Ketua ULP masih dalam tahap pengusulan. Namun hingga kemarin, gubernur belum menandatangani SK-nya. “Soal pencantuman ULP dalam pengumuman (iklan) lelang di media massa itu tidak masalah, karena DKP sudah mengirimkan nama ketuanya. Hanya saja SK-nya belum keluar. Namun, hal itu tidak begitu substansi karena ULP memang akan segera dibentuk,” kata Kadis DKP Aceh Razali AR, kemarin.(min/dad)